Sesaat membaca hikmah Ikhlas yang dituliskan di web Aswajamuda.com ada beberapa resume yang ingin kutuliskan disini.
Amal ibadah yang dilakukan tanpa ikhlas seperti jasad tanpa ruh. Ruh dari segala amal adalah Ikhlas. Saya memahami bahwa Ikhlas adalah penting dalam segala amal. Namun disisi lain ketika disadari bahwa
“Ikhlas adalah terselamatkannya amalan dari penyakit hati. Terselamatkannya amalan dari tercampurnya dengan nafsu”.
Semakin lama semakin disadari bahwa hal yang paling harus dimenangkan adalah menaklukkan diri sendiri, menaklukkan nafsu yang membisik-bisik di hati.
Ikhlas dibagi menjadi 3 tingkatan:
Ikhlasnya Orang Ahli Ibadah
Ikhlasnya orang ahli ibadah ditandai dengan selamatnya amal ibadahnya dari riya’ yang terang-terangan maupun yang samar. Contoh Riya’ yang saya maksud adalah:
- Riya’ dalam masalah penampilan jasmani.
Misalnya memperlihatkan badan yang kurus dan pucat agar disangka banyak puasa dan tahajud.
- Riya’ dalam penampilan pakaian.
Misalnya memakai baju koko untuk dikira sholeh, dan memperlihatkan tanda hitam di dahi untuk dikira rajin sholat.
- Riya’ dalam perkataan.
Misalnya orang yang selalu bicara agama agar dipuji sebagai orang yang ahli agama.
- Riya’ dalam perbuatan.
Misalnya orang yang sengaja memperbanyak shalat sunnah di hadapan orang banyak agar disangka orang sholeh. Atau seseorang yang pergi berhaji/umroh untuk memperbaiki citranya di masyarakat.
- Riya dalam persahabatan
Misalnya orang yang sengaja mengikuti ustadz ke manapun beliau pergi agar disangka ia termasuk orang alim (bermaksud pamer).
Selain itu, amalan yang dilakukan oleh orang yang ahli ibadah agar ikhlas adalah terbebas dari tercampurnya amalan dengan nafsu, niat yang tidak sesuai misalnya.
Ikhlasnya orang yang Cinta kepada Alloh Ta’ala. Keikhlasan pada tingkatan ini melakukan amalan karena ingin mengagungkan Alloh Ta’ala. Bukan lagi karena mengharapkan surga dan neraka, namun karena kecintaan terhadap Alloh Ta’ala. Jika ada pertanyaan, “Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau sujud kepada-Nya?”, maka keikhlasan karena Cinta kepada Alloh Ta’ala akan menjawab, “Iya” seperti yang disampaikan Abu Sulaiman ad-Darani:
لَوْ خُيِّرْتُ رَكْعَتَيْنِ وَدُخُولِ الْفِرْدَوْسِ لَاخْتَرْتُ رَكْعَتَيْنِ. لِأَنَّ فِي الْفِرْدَوْسِ بِحَظِّي وَفِي الرَّكْعَتَيْنِ بِرَبِّي.
“Andikan aku diminta memilih shalat dua rakaat dan masuk surga Firdaus, niscaya aku pilih shalat dua rakaat. Sebab dalam memilih surge Firdaus terdapat keuntungan bagiku, dan dalam memilih shalat dua rakaat terdapat kepatuhan terhadap Tuhanku.”
Ikhlasnya Orang yang Arif Bijaksana. Keikhlasan pada tingkatan ini menyadari bahwa Alloh Ta’ala telah mengatur segala apa yang terjadi pada dirinya maupun dunia, sehingga terlepas sama sekali dari sifat membagakan diri, sombong, riya’ dsb, karena kebaikan yang datang kepadanya adalah karena Alloh Ta’ala. Keikhlasan pada tingkatan ini juga tidak merasa eman dengan harta, dan sudah sepenuhnya terlepas dari merasa memiliki harta, karena merasa harta yang dimilikinya hakikinya adalah harta dari Alloh Ta’ala. Sama sekali tidak menghitung-hitung segala apa yang dilakukan dalam beribadah dan terbebas dari rencana (senang dan kecewa) dan kekuatan.
Keikhasan merupakan sifat baik yang perlu dilatih. Bukan berarti jika masih susah ikhlas kemudian tidak beramal. Mari berlatih untuk beramal dengan ikhlas.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.